Hello, My name is Gilang Novanda. You can follow me on my twitter @gilangnovanda, Cheerrsss :D

Kamis, 28 Februari 2013

dunia


Dunia, kau biasa-biasa saja. Kau tidak kuat, tapi kenapa? meski, pemahaman saya terambil, ilmu saya terlupakan, pengalaman terhapus seiring hasil yang ada. Bagaimana tidak sedikit tipu daya dunia telah membuat saya lupa diri. tapi saya tidak kalah bung. hey kau, yang banyak komentar? apa yang kau lakukan? hanya bersenang-senang tak tau apa yang kau perbuat.
baca seluruhnya, baru simpulkan, 
Apalah kamu? Kau hanya cangcut bekas, orang lain suka, sebenrnya saya juga, tapi saya tahan untuk tidak mengikuti cangcut bekas itu. Semoga.

Liburan ini saya coba masukin tulisan menjadi bertumpuk hingga menjadi sebuah buku, tapi itu gagal lagi, mood saya menolak.

Melihat perpektif mereka sebenarnya saya pusing, bagaimana kelabilan saya harus ditempatkan. Saya terlalu melihat idola, sehingga mau tidak mau pemikiran saya terbentuk sepertinya. Saya tidak kecewa, dan menyesal, karena tahap itu sepertinya terlalu tinggi, dan orang seperti saya ini apakah mampu? Keyakinan yang saya miliki naik turun. Dan saya harus mengikhlaskannya. Juga tidak peduli.
“Keihlasan membiarkan diri tenang, pasrah membiarkan diri kalah,” yang katanya Pidibaiq seperti itu. Kalimat itu tidak sama, seinggat saya ajalah mirip-mirip. Tapi emang gitu, saya sudah revisi.
Dan kalimat yang saya ingat, “Di saat kunikmati hidup ini indah. Dan langsung pusing ketika aku pikirkan.”
Saya tanpa ijin mengambil katanya, padahal mungkin ia sudah lupa dengan saya saat kita bersalaman di cafe yang entah kapan saya ke sana lagi. Saya ada nopenya, tapi saya urung keinginan saya wawancara, karena
Tadinya saya mau nulis ini, tapi lupa. Jadi pindah topik aja biar ga pusing. Oh iya, saya juga menemukan artikel keren tapi saya lupa lagi. Jadi pindah topik lagi.
Oh iya saya baru inget, ini artiket tentang akal manusia. Saya sudah lamaaa sekali nggak baca. Gara-gara jejaring sosial saya membaca timeline dan beranda juga berita sepak bola, selain itu saya hanya membaca nomor rumah yang mau tidak mau harus saya baca waktu keluar rumah.
 Otak saya juga udah mulai beku. Kata-kata ilmiah yang pernah saya baca lama-lama dan saya hafalkan terkikis jadi lupa padahal saya kata itu sering muncul waktu debat politik. Yah, selain keren pake kata ilmiah, juga bisa membantu saya menjelaskan apa yang ingin saya jelaskan pada yang baca (saya) dan lagi melihat layar dan menulis ini.
Dan saya setuju kata Imam besar yang saya dengar di yutub, “masyarakat itu tempatnya salah. Ia menganggap thomas alva edison gila, tapi nyatanya mereka memakai hasilnya.”
Sudut pandangnya itu keren.
Lingkungan sibuk berpura-pura, oh cewek itu saya ingat kembali, sudah lah hati-hati di sana dan jaga diri, saya selalu menghargai keputusan akal sehatmu.  
Sebenerna aing teh nulis naon?
Diam ini membuat saya tidak produktif. Hidup saya enak. Sangat enak sehingga saya tidak harus melakukan apa-apa lagi, tapi tolong ingatan saya lagi, itu menipu. Saya harus bergerak.
Manusia diciptakan memiliki akal, seperti alat yang lainnya, itu tergantung yang menggunakan.
“Akal itu yang membuat manusia mulia.” Itu kata guru saya waktu SMA, tapi saya tambahkan. “tergantung orangnya juga.”
Itu sebuah alat yang bisa membantu dan menyusahkan. Itu bisa menyembuhkan atau membunuh. Seperti filsuf yang hebat-hebat itu, mereka dengan bangganya telah menemukan sesuatu, dan menganggap dirinya Tuhan. Itu malah membunuhnya.
Alloh telah memberi kita hati juga, Subhanallah.
 Meski kini saya jarang mengingat orang terpilih Tuhan untuk menyebarkan firmannya, hingga itu sampai kepada saya. Saya tak pernah ingin menganggapnya tidak ada, saya lebih tidak mau terseret arus globalisasi ini. Ketika orang-orang menjadi pintar dan maju. Mereka memang hebat dan mulai bertanya tentang orang yang mengajari kami sehingga menjadi beragama dengan pencapaian dalam logikanya. Bahkan mereka bertanya Tuhan.
Orang-orang bisa saja mengira bisa hidup tanpanya. Karena dunia terlah meluluhkan hatinya. Tapi mereka tidak tau apa-apa.
Saya tidak tau kebenaran tentang hal ini, saya golput. Kadang saya terpengaruh, tapi saya tak bisa hidup sendiri, dan menolak mereka. ini yang sedang saya tanyakan pada idola saya, semoga ia membalas pertanyaan saya. 
Saya kadang melihat, dan menilai, orang-orang selalu mengerjakan yang ia benci, mungkin salah, tapi itu yang saya tangkap. Dasar orang. Andai saya pokemon.
Itu nggak masalah ga. Biarkan saja.
Pengendalian diri. Setiap orang adalah Naruto, yang ditugasi menjinakan musang ekor 9 yang kita sebut nafsu. Tentang apa yang diberikan oleh Tuhan selama ini, di beri kaya kau akan bagaimana,diberi jabatan kau akan bagaimana, diberi pujian kau akan bagaimana?
Sejujurnya jalan lurus saya sering terbelok karena itu. Yang membuat kita sadar adalah cacian dan hina. Itu pait tapi obat.
Ini bukan tentang keberhasilan anda dengan apa yang anda sadari dari akal mu, tapi tentang seberapa goyah kau diuji ketika kau berpikir seperti itu.
Hasil yang kau peroleh mana mungkin kau dapatkan tanpa apa yang ia beri.
Ada sedikit kesombongan dan itu adalah musuh manusia. Dan saya termasuk juga. Meski orang kadang menyebut saya mirip tupai.
Musuh utama mu adalah dirimu sendiri, malah saya baru teringat kembali saat menulis ini. Padahal ini sudah ku sadari lama. Jika saya hidup sendiri dalam hutan saya tidak butuh uang, karena yang saya mau di sana tak perlu uang.
Tapi hidup di kota memang begini, terpaksa saya btuh uang. Dan hidup bersama orang yang dicintai, agar mereka tak hina karena sudah ku habiskan.
Tapi hidup dimana pun, sehebat apapun, selalu butuh Tuhan. Alasan yang kau terima sebenarnya tidak cukup membuktikan. Saya ditak ingin debat dengan orang yang berpikir dia selalu benar, dan ini juga bukan sebuah jawaban atau kau harus menerimanya. Jika tak suka abaikan da bukan untuk mematahkan pernyataan siapapun.
Ini bukan soal apa yang kau dapatkan, tapi bagaimana reaksimu setelah Tuhan memberi itu. Oleh karena itu berterima kasih lah pada Nabi mu yang sesungguhnya mengajari kau banyak-banyak yang kau tolak banyak-banyak. Karena kau hebat mau mencari sendiri.
Karena sesungguhnya ia telah dipandang “hina” oleh mereka, dan memakannya sendiri untuk kita. Dan kini habis lah hina, jangan kau campakan ia. Karena ia akan memakan “hina” mu lewat ajaranya. Sampai kau sadar. Begitu hebat Tuhan bisa menciptakan orang yang merasa hebat tapi jelas-jelas ia sendiri ciptaan Tuhan. Tapi ia malah menganggap dirinya Tuhan. Itu lah titik hina orang yang akan diberi tahu oleh waktu, ia tak akan tau. Tapi ia akan merasa dan kau butuh ajarannya. Karena itu agama selalu mengajarkan rendah hati sehebat apapun kita.
#radabeurat

Read More/Selengkapnya...