Hello, My name is Gilang Novanda. You can follow me on my twitter @gilangnovanda, Cheerrsss :D

Selasa, 17 April 2012

senyum inspirasi

Hari ini begitu padat. Kasur seperti barang mahal hari itu. Bahkan lebih mahal dari kerupuk yang dibuat sama Miyabi. Saya begitu lelah, lunglai dan sedikit alay. Meski begitu kece saya masih berbinar-binar. Buktinya nenek-nenek tetangga saya beberapa kali memberikan senyuman yang saya yakini memiliki makna lebih. Ada sesuatu sepertinya. Tapi saya itu cowok yang sangat menghargai hubungan rumah tangga orang lain. Apalagi sepuh.
Saya buka kamar, ah, nafas saya bau jigong, saya kecewa melihat kamar hampir mirip sarang tomcat. Semua menyatu dalam ruangan yang bagi saya selalu menjadi tempat paling istimewa. Meski ada bungkus permen, buah rambutan, buku-buku, deodoran, maskara (nggak tau itu punya siapa), bangke kecoa, foto-foto pas saya masih menganut faham alay berserakan di kamar. Apa lagi? Sebutin satu-satu pasti semua ada di kamar saya.
Pas saya buka lemari, buset! Ada pedagang dvd bajakan.

 







Saya ngucek-ngucek mata. Hilang. Mungkin saya sudah terlalu cape.
Bahkan kasur dipenuhi celana dan baju yang bau kesang. Oh My andai saja saya punya istri, pasti nggak akan begini ceritanya. Mungkin saya akan melihat tubuh orang yang saya cintai tertidur menunggu saya pulang. Saya akan menyisir rambutnya lalu saya mengecup pipinya. Cup... :*
Dan memberikan tomcat ke dalam celananya.
Oh, co cwet bunget.
Karena situasi nggak memungkinkan, saya memutuskan tidur di sofa ruang tamu. Banyak hal yang saya alami saat tidur di sofa. Saya pernah gondok karena pas bangun dari tidur sudah berkumpul ibu-ibu geng pengajiannya Mama. Hari sudah siang tapi saya punya kebiasaan bangun sore. Mereka semua tersenyum saat mata terbuka dengan iler kemana-mana.
Benar-benar memalukan.
Kondisi sofa berbeda jauh dengan kamar. Saya menyapu sedikit permukaan sofa dengan tangan kosong. Nggak ada sarang tomcat di sini.  Nikmat tiada tara ketika badan terbaring.  Aquarium terlihat dari sini. Sebelum memejamkan mata, saya memasang headset untuk mendengarkan beberapa lagu kemudian tidur. Tapi insomnia malah datang. Seperti judul lagu yang saya dengarkan. Mungkin kalo saya dengerin lagu Agung Hercules pasti yang datang si Astuti.
 
Sekarang lagu yang diputar adalah lagu Stand Up For Love-nya Destiny’s Child. Lagu yang sudah lama sekali tidak saya dengar. Mp3 yang saya pinjam diseting memutar lagu secara acak. Nggak berurutan sesuai angka. Pas sekali Mp3 ini memilih lagu.
Alunan musik dan suaranya yang sexy sangat memanjakan telinga dan jiwa.
Dulu saya selalu menghayal kalau istri saya bakalan nyanyi lagu ini buat saya. Haha... nggak apa-apa kan mimpi. Sekarang pun lagu ini membuat saya mengkhayal seperti dulu. saya senyum-senyum sendiri kayak kesambit hantu penghuni pasar ciroyom. Tapi nggak  kok. Buktinya saya nggak teriak “Daging... Daging... murah! Sakilo goceng anying.”
Sampai reff pertama khayalan saya benar-benar terasa nyata. Indah sekali. Sangat indah.
Nggak tau kenapa saya melihat senyum itu.
Senyum saat saya membantu mempersiapkan pernikahan kaka sepupu. Bukan tukang lotek yang tersenyum.
Waktu itu saya dipaksa Mama untuk ikut ke acara persiapan menikah Kaka sepupu. Mama terus saja memaksa, saya bersikukuh menolak ajakan yang nggak menarik. Karena disana nggak ada acara sambung ayam. Tapi saat tau ada Aki (kakek saya) disana seketika saya berubah pikiran.
Baru masuk gerbang rumahnya sudah banyak orang yang sibuk mempersiapkan segalanya. Ngangkat ini, ngangkat itu, agar acara resepsi besok berjalan memuaskan. Andai saja ada Agung Hercules pasti pekerjaan ini cepat selesai. Eh, mending nggak usah. Yang ada Agung Herkules bakalan nimpukin pekerja sampe bonyok gara-gara maksa goyang sambil teriak, “Tidak goyang barbel melayang!!!” 
Banyak sekali saudara yang datang, tapi saya hanya mencari seorang kakek yang membuat saya datang kesini.
Yap, Aki saya sedang bekerja juga mengangkat ini itu, yang membuat saya terdorong untuk melakukan bantuan-bantuan kecil meski nggak terlalu berarti. Karena dia lah salah satu inspirasi dari beberapa inspirasi yang saya miliki.
Saat jeda bekerja dan sejenak beristirahat, saya berdiri disampingnya, melihatnya lalu tersenyum.
Saya menghabiskan malam itu bersama Aki. Dia terlihat senang melihat saya membantu meski hanya membantu yang ringan-ringan.
Terbesit dikepala saya kalau saya juga akan mengalami ini nanti jadi saya harap Aki membantu menyiapkan pernikahan saya nanti.
Dengan sendirinya saya menyeletukan kalimat padanya,
"Ki, nanti pas saya nikahan harus ikut bantu-bantu juga ya!" pinta saya polos.
Aki malah menjawab dengan senyuman. Entah apa jawaban yang dimaksud, iya atau tidak. Dari mimik wajahnya sepertinya Aki menjawab iya.
Saya masih memandangi aquarium dengan mata kosong. Dulu sebelum aquarium dipindahkan itu adalah tempat Aki meninggal dunia.
Satu hari sebelum harinya, dia berkata besok adalah hari yang saya tak inginkan. Saya marah karena ucapannya. Saya nggak peduli dan hanya Emang (bahasa spanyol: paman) yang memijitinya. Dalam hati saya ketika itu kenapa ia begitu berlebihan. Maaf atas semua kegoblogan saya, Ki. Malah jika ada kata yang lebih kasar dari itu, cukup layak saya dibentak dengan kata kasar itu.
Ucapannya nggak dihiraukan dan saya melanjutkan tidur di soffa berhadapan dengan kasurnya yang sekarang ditempati aquarium itu.
Subuh-subuh saat Mama membangunkannya, saya langsung terbangun tanpa rasa kantuk meski hanya tidur beberapa jam. Aki nggak bangun seperti yang dikatakannya kemarin. Nafasnya masih berjalan tapi telihat pengap. Saya berdiri mematung memandangnya.
Mama menyuruh saya memanggil tetangga yang ahli dalam ilmu agama, Aki disuruh dibacain yasin. Kami melakukannya dan termasuk saya. Karena sudah lama nggak mengaji, saya nggak lihai lagi membaca tulisan arab, alhasil yang saya baca Cuma ejaan bahasa normal.
“Wah, hebat. Lancar ngajinya.” Kata saudara yang baru dateng.
Hemeh... nggak tau aslinya.
Dan akhirnya nyawanya terpisah dengan raganya. Aki nggak bergerak lagi. Tinggal dibawa ke kampung halaman, rumahnya dan disana juga dimakamkannya.
Saya menunduk. Rasanya lelah, ingin meneruskan tidur saya yang kurang. Tapi saya harus mengantarkan jasadnya ke rumah duka dan menyolatinya. Perasaan saya stabil dan nggak merasakan perasaan sedih yang signifikan. Air mata pun nggak menetes sama sekali. Tidak seperti saat nenek meninggal. Ketika itu saya merasa sangat kehilangan.
 “Ah, untung aja Aki dirawat dirumah, kan ada kamu yang suka mijitin. Pasti dirawat sama cucu kesayangannya.”
Banyak sangkaan salah yang saya dengar di rumah duka. Saya nggak bisa menjawab dengan bahasa verbal atau pun non verbal. Saya menganggap tidak pernah ada yang menyangka seperti itu. Saya seperti orang yang linglung.
Saya menyaksikannya pemakamannya. Jenazahnya sudah terkubur. Untuk terakhir kali saya melihatnya, terlihat kulitnya dari kain kafan yang sedikit terbuka di bagian kaki. Itu adalah kaki yang sering saya pijat ketika beliau sakit dan dirawat dirumah. Tapi tak sesering yang kalian bayangkan.
Saya pulang dan segera tidur dikamar. Ketika terabangun dari tidur saya nggak menggerakan badan. Memandang atap dengan pikiran kosong.
Setelah cukup lama melamun, saya bangun untuk mengambil secangkir air putih di dapur. Dalam langkah menuju dapur, saya menoleh ke kiri. Itu adalah kebiasaan saya karena di sebelah kanan adalah kasur tempat Aki terbaring sakit. Jika mata kita bertemu, saya suka disuruh memijitinya. Jadi saya acuhkan.
Saya tersentak kalau Aki sudah tiada. Saya benar-benar merasa bersalah. Ingin rasanya saya cepat-cepat kembali ke kamar karena air mata sulit terbendung lagi. Saya nggak mau orang-orang rumah melihat saya mengeluarkan air mata dan mendengar isakannya.
Saya pergi ke loteng supaya apa yang saya rasakan bisa keluar bebas.
Ki, maafkan saya. Maaf yang sebesar-besarnya. Kau selalu memberi saya inspirasi. Karena semangat yang kau keluarkan setiap hari. Menggarap kebon, ngecet rumah sendirian, otomotif, benerin perabotan, antene rusak, elektronik kau bisa melakukan semua, beliau memang tak bisa diam. jadi saya merasa aman ketika disampingnya.
Di hari yang panas, saya mencarinya ketika keluarga berlibur di kampung. Aki tetap saja sibuk di kebon. Saya ingin tau dan membantunya mengambil hasil panen.    Saya begitu antusias melakukan apapun dengannya.
Pada masa SMP, saya pernah hebat memijit. Tehnik ular pabelit juga saya pernah kuasai. Dari Aki yang suka saya suruh pijat. Judi bola taruhannya pijit. Saya selalu menang karena Aki nggak tau kalalu yang kita tonton itu adalah siaran ulang. Saya mendapatkan pijitannya lagi.
Waktu itu Mama sempet nanya pas Aki mijitin saya, “Yang mana Aki yang mana Cucu ini teh? Kebalik atu! Harusnya kamu yang mijitin.”
Saya cuek aja. Tapi saya juga selalu memijitinya setelah saya puas dipijiti.
Ngobrol ini itu. Jaman SD/SMP waktu saya dilanda sakit Aki adalah orang pertama yang harus ada disamping saya.
“Aki teh suka nyari kamu. Kalo dirumah ada tukang apa, sengaja beli buat kamu.” Kata uwa (Bahasa Swiss : Paman tua) saat pemakaman.
Sekarang gara-gara lagu romantis yang dikhayal indah malah menjadi pilu. Air mata saya jatuh sangat banyak. Saya benar-benar merasa kehilangan. Saya nggak kuat menahan tangis jika terus mengingatnya.
Saya memanggilnya beberapa kali meski saya tau nggak mungkin dia datang dan memijiti saya sekarang. Alulan lagu ini membuat perasaan semakin tumpah. Saya mempasrahkan pikiran saya terbang kemana ia mau.
Jika dalam khayalan saya sedang berdiri melihat istri menyanyi untuk saya, entah kenapa Aki tiba-tiba muncul di dunia khayal saya itu. Hadir di pesta pernikahan saya memakai baju yang rapi.
Saya mengalihkan pandangan padanya, terlihat kembali sosoknya. Mengingatkan kedekatan kami. Taruhan bola, nonton bola, saling pijet, curhat, belajar motor, jalan-jalan dll yang pernah kami lewati bersama di waktu lampau yang banyak membentuk diri saya menjadi seperti saat ini. Jika memang saat ini saya buruk, tak ada sangkut paut dengannya. Ini kesalahan saya karena dia mengajarkan saya yang baik-baik.
Irama lagu yang harusnya indah tuk dinikmati malah menyayat hati.
Dalam khayalan Saya akan menghampirinya dan berdiri disebelahnya, kemudian  bertanya padanya,
"Ki, gimana acara nikahan saya?cantik kan istri saya?"
kemudian beliau hanya menjawab dengan senyuman yang sama ketika malam itu.

Read More/Selengkapnya...