Dunia, kau biasa-biasa
saja. Kau tidak kuat, tapi kenapa? meski, pemahaman saya terambil, ilmu saya terlupakan,
pengalaman terhapus seiring hasil yang ada. Bagaimana tidak sedikit tipu daya
dunia telah membuat saya lupa diri. tapi saya tidak kalah bung. hey kau, yang banyak komentar? apa yang kau lakukan? hanya bersenang-senang tak tau apa yang kau perbuat.
baca seluruhnya, baru simpulkan,
baca seluruhnya, baru simpulkan,
Apalah kamu? Kau hanya
cangcut bekas, orang lain suka, sebenrnya saya juga, tapi saya tahan untuk
tidak mengikuti cangcut bekas itu. Semoga.
Liburan ini saya coba
masukin tulisan menjadi bertumpuk hingga menjadi sebuah buku, tapi itu gagal
lagi, mood saya menolak.
Melihat perpektif
mereka sebenarnya saya pusing, bagaimana kelabilan saya harus ditempatkan. Saya
terlalu melihat idola, sehingga mau tidak mau pemikiran saya terbentuk
sepertinya. Saya tidak kecewa, dan menyesal, karena tahap itu sepertinya
terlalu tinggi, dan orang seperti saya ini apakah mampu? Keyakinan yang saya
miliki naik turun. Dan saya harus mengikhlaskannya. Juga tidak peduli.
“Keihlasan membiarkan
diri tenang, pasrah membiarkan diri kalah,” yang katanya Pidibaiq seperti itu.
Kalimat itu tidak sama, seinggat saya ajalah mirip-mirip. Tapi emang gitu, saya
sudah revisi.
Dan kalimat yang saya
ingat, “Di saat kunikmati hidup ini indah. Dan langsung pusing ketika aku
pikirkan.”
Saya tanpa ijin
mengambil katanya, padahal mungkin ia sudah lupa dengan saya saat kita
bersalaman di cafe yang entah kapan saya ke sana lagi. Saya ada nopenya, tapi
saya urung keinginan saya wawancara, karena
Tadinya saya mau nulis
ini, tapi lupa. Jadi pindah topik aja biar ga pusing. Oh iya, saya juga
menemukan artikel keren tapi saya lupa lagi. Jadi pindah topik lagi.
Oh iya saya baru inget,
ini artiket tentang akal manusia. Saya sudah lamaaa sekali nggak baca.
Gara-gara jejaring sosial saya membaca timeline dan beranda juga berita sepak
bola, selain itu saya hanya membaca nomor rumah yang mau tidak mau harus saya
baca waktu keluar rumah.
Otak saya juga udah mulai beku. Kata-kata
ilmiah yang pernah saya baca lama-lama dan saya hafalkan terkikis jadi lupa
padahal saya kata itu sering muncul waktu debat politik. Yah, selain keren pake
kata ilmiah, juga bisa membantu saya menjelaskan apa yang ingin saya jelaskan
pada yang baca (saya) dan lagi melihat layar dan menulis ini.
Dan saya setuju kata
Imam besar yang saya dengar di yutub, “masyarakat itu tempatnya salah. Ia
menganggap thomas alva edison gila, tapi nyatanya mereka memakai hasilnya.”
Sudut pandangnya itu
keren.
Lingkungan sibuk
berpura-pura, oh cewek itu saya ingat kembali, sudah lah hati-hati di sana dan
jaga diri, saya selalu menghargai keputusan akal sehatmu.
Sebenerna aing teh
nulis naon?
Diam ini membuat saya
tidak produktif. Hidup saya enak. Sangat enak sehingga saya tidak harus
melakukan apa-apa lagi, tapi tolong ingatan saya lagi, itu menipu. Saya harus
bergerak.
Manusia diciptakan
memiliki akal, seperti alat yang lainnya, itu tergantung yang menggunakan.
“Akal itu yang membuat
manusia mulia.” Itu kata guru saya waktu SMA, tapi saya tambahkan. “tergantung
orangnya juga.”
Itu sebuah alat yang
bisa membantu dan menyusahkan. Itu bisa menyembuhkan atau membunuh. Seperti
filsuf yang hebat-hebat itu, mereka dengan bangganya telah menemukan sesuatu,
dan menganggap dirinya Tuhan. Itu malah membunuhnya.
Alloh telah memberi
kita hati juga, Subhanallah.
Meski kini saya jarang mengingat orang
terpilih Tuhan untuk menyebarkan firmannya, hingga itu sampai kepada saya. Saya
tak pernah ingin menganggapnya tidak ada, saya lebih tidak mau terseret arus
globalisasi ini. Ketika orang-orang menjadi pintar dan maju. Mereka memang
hebat dan mulai bertanya tentang orang yang mengajari kami sehingga menjadi
beragama dengan pencapaian dalam logikanya. Bahkan mereka bertanya Tuhan.
Orang-orang bisa saja
mengira bisa hidup tanpanya. Karena dunia terlah meluluhkan hatinya. Tapi
mereka tidak tau apa-apa.
Saya tidak tau
kebenaran tentang hal ini, saya golput. Kadang saya terpengaruh, tapi saya tak
bisa hidup sendiri, dan menolak mereka. ini yang sedang saya tanyakan pada
idola saya, semoga ia membalas pertanyaan saya.
Saya kadang melihat,
dan menilai, orang-orang selalu mengerjakan yang ia benci, mungkin salah, tapi
itu yang saya tangkap. Dasar orang. Andai saya pokemon.
Itu nggak masalah ga.
Biarkan saja.
Pengendalian diri.
Setiap orang adalah Naruto, yang ditugasi menjinakan musang ekor 9 yang kita
sebut nafsu. Tentang apa yang diberikan oleh Tuhan selama ini, di beri kaya kau
akan bagaimana,diberi jabatan kau akan bagaimana, diberi pujian kau akan
bagaimana?
Sejujurnya jalan lurus
saya sering terbelok karena itu. Yang membuat kita sadar adalah cacian dan
hina. Itu pait tapi obat.
Ini bukan tentang
keberhasilan anda dengan apa yang anda sadari dari akal mu, tapi tentang
seberapa goyah kau diuji ketika kau berpikir seperti itu.
Hasil yang kau peroleh
mana mungkin kau dapatkan tanpa apa yang ia beri.
Ada sedikit kesombongan
dan itu adalah musuh manusia. Dan saya termasuk juga. Meski orang kadang
menyebut saya mirip tupai.
Musuh utama mu adalah
dirimu sendiri, malah saya baru teringat kembali saat menulis ini. Padahal ini
sudah ku sadari lama. Jika saya hidup sendiri dalam hutan saya tidak butuh
uang, karena yang saya mau di sana tak perlu uang.
Tapi hidup di kota
memang begini, terpaksa saya btuh uang. Dan hidup bersama orang yang dicintai,
agar mereka tak hina karena sudah ku habiskan.
Tapi hidup dimana pun,
sehebat apapun, selalu butuh Tuhan. Alasan yang kau terima sebenarnya tidak
cukup membuktikan. Saya ditak ingin debat dengan orang yang berpikir dia selalu
benar, dan ini juga bukan sebuah jawaban atau kau harus menerimanya. Jika tak
suka abaikan da bukan untuk mematahkan pernyataan siapapun.
Ini bukan soal apa yang
kau dapatkan, tapi bagaimana reaksimu setelah Tuhan memberi itu. Oleh karena
itu berterima kasih lah pada Nabi mu yang sesungguhnya mengajari kau
banyak-banyak yang kau tolak banyak-banyak. Karena kau hebat mau mencari
sendiri.
Karena sesungguhnya ia
telah dipandang “hina” oleh mereka, dan memakannya sendiri untuk kita. Dan kini
habis lah hina, jangan kau campakan ia. Karena ia akan memakan “hina” mu lewat
ajaranya. Sampai kau sadar. Begitu hebat Tuhan bisa menciptakan orang yang
merasa hebat tapi jelas-jelas ia sendiri ciptaan Tuhan. Tapi ia malah
menganggap dirinya Tuhan. Itu lah titik hina orang yang akan diberi tahu oleh
waktu, ia tak akan tau. Tapi ia akan merasa dan kau butuh ajarannya. Karena itu
agama selalu mengajarkan rendah hati sehebat apapun kita.
#radabeurat
0 komentar:
Posting Komentar