Aku sempat menyesal jadi orang malas. Aku menyesal. Hingga
akhirnya aku terdampar di tempat akademis perguruan tinggi swasta yang
sebelunya tak pernah ku bayangkan. Sebenarnya aku tidak penah membayangkan
tempat dimana aku berkuliah. Itu tak pernah terbayangkan.
Aku tak paham betul menyadari apa yang aku senangi. Karena
aku jarang mendapat respon dari orang lain tentang apa yang aku senangi. Itu seperti
melukis di udara. Hasil dari apa yang telah aku kerjakan tak terlihat.
Aku sering dibiarkan sendiri. Aku berlindung di Sekoci yang terpontang-panting
dalam gelombang besar. Setiap waktu selalu mengancam diriku. Kepalalku selalu
pusing dibuatnya.
Seperti tak ada yang mengajariku kecuali dari setiap
kesalahan yang ku perbuat setiap waktu. Selalu ada hukuman, selalu ada luka,
namun dari semua itu, akan selalu ada obatnya.
Banyak yang bilang, saat harus bekerja itu berat. Itu harus
selalu dilakukan setiap hari. Papahku berkata, dulu, waktu ia kecil, waktunya
sering terpakai untuk bekerja. Mengangkat hasil kebun, mengangkat kayu, dan
melakukan pekerjaan lainnya.
Dan kini aku menjadi anaknya, tidak ada cerita
angkat-mengangkat seperti yang Papahku lakukan dulu. Aku menikmati segala hasil
jerih payah orang tuaku. Dan itu sangat enak. Tapi, aku memiliki perjuangan
yang tidak kalah beratnya. Memang aku tak pernah harus bekerja keras seperti
itu, tapi bagiku, menyadarkan diri akan kenikmatan ini adalah perjugangan yang
tidak kalah beratnya.
Ini lucu, kadang berat mataku untuk diangkat dari ketiadaan
pekerjaan yang mendesak. Kadang berat keluar dari bisikan kenikmatan yang
menyuruhku untuk selalu diam dan tak belajar. Bisikan-bisikan untuk bermain game
dan internetan itu adalah bisikan paling berat untuk dihiraukan.
Aku baru saja bermimpi, maksudku, benar-benar mimpi dari
tidur. Aku berada di reuni SD, SMA, dan Kuliah dalam satu ruang dan waktu.
Itu mimpi aneh. Seaneh apapun mimpi, dalam mimpi kita
menganggap itu biasa. Tapi saat bangun, baru kita sadar mimpi itu tidak logis.
Masa terbaik dalam hidup adalah saat belajar. Anehnya, hidup
akan terus belajar. Dimana ia mengenalkanku pada banyak hal, mempertemukanku
pada hal baru, memberiku pelukan hangat, membawaku pada teman-teman.
Aku melihat Aswin, Diki, teman teman SD juga, Yayan eko, Pawit,
tapi yang tak pernah aku lupakan,
Kecenganku yang sudah menikah, melihat aksiku, melihat apa
yang saya lakukan untuk mendapatkan dia.
0 komentar:
Posting Komentar