Aku
tak berharap dilakhirkan dan tinggal di kamar atau di wc mu. Kadang aku tak
diperlakuakan sebagaimananya kecoa pada umumnya. Aku juga punya hati, Mas!
Punya, Mas!
Kecoa
itu menangis di dalam kepedihannya. Tolong mengertilah! Aku memiliki
keluarga yang harus aku pikul. Jika aku mati di sapu harga lima ribu, nanti
anakku makan apa? Mereka masih kecil dan memiliki cita-cita, menjadi kecoa yang
sukses. Bisa terbang dan melayang dilangit. Aku sebagai orang tuanya pasti akan
bangga dan bilang ke tetangga, “itu anakku! Itu anakku!” sambil ngambil
cemilannya.
Mungkin kalian manusia bertanya-tanya mengapa aku diciptakan? Sehina itukah
aku? Seekor kecoa? Yah, memang aku akui aku memang hitam, bau, bertempat
tinggal di hotel bintang kejora. Di pengkolan got Pak Eman.
Maaf juga buat Mbak Tati yang sering aku kagetkan ketika mandi. Jika aku
manusia, Mbak, aku akan memperjuangkan seluruh jiwa raga hanya untuk mu
seorang. Meski kau sudah berumur 74 tahun.
Begitu melihat kaki seseorang, rasanya begitu nafsu ingin menggauli jempol
itu, maka jangan heran kalau aku malah mendekati meski kau sudah menakuti
dengan kaki kalian manusia. Percuma!
Terkadang para manusia itu senang ketika aku berlari keracunan terkena Hit,
Forcemagic, shampo, atau bau cangcut yang kau beri hingga kaum ku tewas dengan
terhormat. Kawan-kawanku yang sudah mati tak pernah malu. Ia mati terhormat. Namun
pintaku satu, jangan jajan sembarangan.
0 komentar:
Posting Komentar