Lamaran sudah selesai, tinggal menyebarkannya. Lamaran ini special dari yang lain. Lebih menarik dan lebih jrek nong. Pasti lamaran saya bakalan dilirik Manager yang rindu akan pelamar yang mempesona. Kalau lamaran saya ditolak bisa keneh jadi penganjel pintu.
Kalau saya berhasil kerja saya nggak akan lagi minta uang ke Mamih. Rasanya bangga kalau saya mengipaskan uang di depan orang-orang.
“Hasil kerja gitu loh.” Sambil bilang gitu. Hahahah aing tea atuh anying.
Entah saya begitu takabur waktu itu.
Gajinya UMR. Sangat lebih buat orang yang jarang pegang uang kayak saya. saya bisa jadi miliarder dong?
Ia. Kalau saya lembur 50 tahun ga pulang pulang. Mungkin orang-orang bakalan nyebut saya the new bang toyib.
Istigfar versi saya kalo lagi ngadat:
“Sabodo anj*ng. Sabodo *njing. Sabodo anjin*.”
Saat hari tes kerja. Saya bangun pagi-pagi sekali. Jam 9. Kata saya jam segitu masih subuh. Tes calon karyawan dimulai jam satu siang.
Di tempat parkir saya celengak celenguk ngeliat banyak orang yang mengadu nasib di sini. Menggantungkan uang jajan dan nasibnya pada subuah pizza yang nggak begitu enak kalo udah tercampur tai kuda.
Yaaa… saya emang lebih suka makan bakpao. Apa lagi disuapin Asmirandah pake BH doang.
Semua calon pegawai pun memasuki ruangan. Awalnya saya biasa biasa aja. Tapi saya jadi ngerasa geli ngeliat pelamar yang pake baju Barcelona. Sempet mikir juga bakalan di tes futsal gara-gara pria itu. Saya nggak ngeliat orang yang pake baju renang.
Saya duduk bersama dua orang teman yang baru kenalan di bangku paling belakang. Sebut saja Upin dan Ipin.
“Duh, liat itu cewek kayak di saritem.” Reaksi Ipin setelah melihat wanita yang lumayan. Orang memang bebas berkomentar. Tapi kenapa harus dikaitkan dengan lokalisasi? Dasar kemle.
Tes pertama dimulai. tes tinggi.
Saya lulus. Mengingat saya juga pernah jadi model cover TTS yang di jualnya di KRD. Pihak dari sana meminimalkan tinggi 165cm bagi cowok. Tinggi badan memang perlu di bidang pelayanan ini.
Teman saya yang berdua itu lolos. Namun ada beberapa orang yang nggak nggak lolos. Mereka pun pergi dari ruangan ini sambil tertunduk. Mungkin tertunduk gara-gara sletingnya kebuka. Tapi ada juga yang pergi dengan riang gembira. Dia adalah yang mau maen futsal.
Tes kedua. Tes psikotes. Memang nggak sesusah tes bahasa china. Tapi sangat berpengaruh dan nggak boleh asal-asalan kayak ngisi soal TTS gambar cewek pake kacamata dengan gaya kung fu. Saya harus serius dan konstrasi.
Kami diberi waktu 15 menit untuk menjawab soal itu. Saya membaca soal itu. Mengerutkan jidat. Mengambil pulpen dan mengsinya dengan penuh rasa gairah anak muda yang baru berojol ke dunia surge. Kemudian saya ngantuk.
“Oke. Waktu sudah 15 menit berarti sudah selesai. Hasilnya di tunggu satu jam lagi. Jadi anda bisa keluar dullu.” Kata dia. Di sebut apa. Atasan mungkin. Iya bener calon atasan. Karena dia yang menyeleksi. Layak tidaknya kami masuk jadi bagian pizza herk.
Saya, upin, dan Ipin pergi ke luar untuk membeli semakok baso. Ya karena baru kenal kami hanya mengobrol biasa. Tapi ujungnya kami bercanda ke arah yang kontroversi. Saya dengan upin berkomentar tentang pizza herk ini.
“Ini teh yang megangnya orang luar negeri. Jadi kalau kita kerja di sini kita itu orang yang nggak nasionalis.” Kata saya ke Ipin.
“Heeh bener! Mendingan beli Bala-bala.” Ipin memang benar benar nasionalis.
Ternyata Ipin sepola pikir dengan saya. Sedangkan Upin hanya tersenyum. Dan Kak Ros entah dimana.
Kami masuk ruangan kembali saat pengumuman lolos ke babak berikutnya.
Sayang seribu sayang Ipin namanya disebut oleh calon atasan. Dia gagal. Sekarang hanya Upin yang saya kenal di sini. Tenang Ipin ini bukan akhir dari dunia. Aku harap kau tak memutuskan urat nadi mu.
Jangan sampai seleksi selanjutnya saya terpisah dengan teman yang satu ini. Bukan nggak mau sendiri, tapi kalo ada temen lebih asik aja gitu. Bisa cerita,curhat sampe nangis. Eh, teu kitu teing ketang.
Saya mununggu tes selanjutnya. Sekaligus tes terakhir. Itu adalah tes Ackting. Memang perlu? Iya. ackting perlu pas pelayan nyambut tamu.
Semua calon pegawai diperlihatkan video demonya. Saya menontonnya sampai selesai. mencoba menyerap apa yang saya lihat meski nggak serame film rambo.
“Saya yang pertama nyoba” Kata Upin. Dia berani maju pertama. Tanpa canggung dia berhasil menaklukan tes ini. Biar hasil tesnya belum bisa diketahui. Tapi kalo kata saya dia akan berhasil melihat dari kelancarannya menyambut tamu di depan.
Pengunjungnya emang bohong-bohongan. Dari pelamar juga yang acting jadi pengunjung. Aktingnya di depan ruangan diliat sama pelamar juga. Nggak langsung di depan pintu pizza. Dari pelamar, oleh pelamar, untuk pelamar.
Peserta ke dua yang maju tes ketiga adalah saya.
Edan. Malu pemirsa.
“Selamat siang.” Kata saya ke pengunjung booongan. Tidak lupa memberi senyum.
Semua diam.
Hmmmm… ngomong apa lagi? Saya lupa teks.
“Mau makan disini atau dibungkus.” Lanjut saya.
Hahah… ada yang ketawa.
Harusnya yang bener,”mau makan disini atau bawa pulang.”
Maaf! Saya kebanyakan makan diwarteg.
Waktu di depan, pikiran saya terus nahan kalimat, “makan disini atau mau ngutang?” karena yang jadi pengunjungnya terlihat nalangsa.
Di kalimat berikutnya saya ngomong terbata-bata. E-a-e-i. Aduh. Saya merasa kecewa dengan diri sendiri. sampai saya mengakhiri tes terakhir itu.
Ah, saya optimis. Optimis gagal. Saya sadar bener kalau acting saya acak kadut tadi. Saya sedikit tegang. Berdoa semoga datang keajaiban dari tuhan.
Syelemeselemesmeles. Amien!
Kemudian maju satu per satu pelamar sampai selesai. Melihat mereka yang acting itu saya jadi makin optimis. Optimis gagal! Ackting saya tenggelam dalam acting-acting orang lain yang lebih bagus.
Jangan sampai saya hanya membawa kecewa sepulang ke rumah nanti.
Pelamar pria hanya 3 orang dari kumpulan pelamar cewek. berarti peluang masuk pelayan pria nggak terlalu ketat. Bisa jadi saya masuk.
Menunggu hasil dari tes ke tiga ini nggak selama tes yang kedua. Hanya beberapa menit.
“Yah, sekarang saya akan membacakan siapa yang akan mengikuti training. Buat yang nggak lolos, jangan patah semangat. Buat yang lolos selamat.” Kata yang menyeleksi pelamar.
“Upin.” Disebutnya. Dia langsung girang. Teriak. Kayaknya kalo nggak ada siapa-siapa dia bakalan nari ceya-ceya.
Lalu dibacakan siapa saja yang lolos. nama saya belum dibacakan. Oh, apa mungkin saya gagal? Nama saya nggak disebut sampai akhir.
Uuuu… saya membuang nafas.
“Eit, tunggu! ada satu lagi yang masuk.”
Saya tegang. Saya ngarep banget dia bakalan nyebut namaku. Tiga kali juga boleh. Supaya lebih mantap.
Saya menunggu. Melihat bibirnya, dan dia mengatakan,
“Marpuah.”
AAAAAAAAAAAAARRRRRGGGGHHHHHHHHH…..
Kenapa bukan saya? Saya seharusnya ketik REG(spasi) Jimat terlebih dahulu. Biar hoki. Pria yang lolos hanya Upin dari sekian banyak pria-pria macho.
Di cerita ini berarti tokoh utamanya bukan saya. Aturannya kan boga lakon/peran utama yang bakalan bahagia endingnya seperti di pilem-pilem india favorit saya. Tokoh utamanya si Upin yang berhasil mengalahkan banyak cowok.
Berarti di cerita ini saya cuma figuran.
Wassalam,,, happy pizza. Saya akan datang kembali ke sini. Datang sebagai pembeli. Bukan pelamar.
Dan ketika ada pelayan yang membukakan pintu,
“Selamat siang! Dengan saya Upin, mau makan disini atau di bawa pulang?”
Saya akan jawab, “Cieeee… ges gawe si anying.”
Kalau saya berhasil kerja saya nggak akan lagi minta uang ke Mamih. Rasanya bangga kalau saya mengipaskan uang di depan orang-orang.
“Hasil kerja gitu loh.” Sambil bilang gitu. Hahahah aing tea atuh anying.
Entah saya begitu takabur waktu itu.
Gajinya UMR. Sangat lebih buat orang yang jarang pegang uang kayak saya. saya bisa jadi miliarder dong?
Ia. Kalau saya lembur 50 tahun ga pulang pulang. Mungkin orang-orang bakalan nyebut saya the new bang toyib.
Istigfar versi saya kalo lagi ngadat:
“Sabodo anj*ng. Sabodo *njing. Sabodo anjin*.”
Saat hari tes kerja. Saya bangun pagi-pagi sekali. Jam 9. Kata saya jam segitu masih subuh. Tes calon karyawan dimulai jam satu siang.
Di tempat parkir saya celengak celenguk ngeliat banyak orang yang mengadu nasib di sini. Menggantungkan uang jajan dan nasibnya pada subuah pizza yang nggak begitu enak kalo udah tercampur tai kuda.
Yaaa… saya emang lebih suka makan bakpao. Apa lagi disuapin Asmirandah pake BH doang.
Semua calon pegawai pun memasuki ruangan. Awalnya saya biasa biasa aja. Tapi saya jadi ngerasa geli ngeliat pelamar yang pake baju Barcelona. Sempet mikir juga bakalan di tes futsal gara-gara pria itu. Saya nggak ngeliat orang yang pake baju renang.
Saya duduk bersama dua orang teman yang baru kenalan di bangku paling belakang. Sebut saja Upin dan Ipin.
“Duh, liat itu cewek kayak di saritem.” Reaksi Ipin setelah melihat wanita yang lumayan. Orang memang bebas berkomentar. Tapi kenapa harus dikaitkan dengan lokalisasi? Dasar kemle.
Tes pertama dimulai. tes tinggi.
Saya lulus. Mengingat saya juga pernah jadi model cover TTS yang di jualnya di KRD. Pihak dari sana meminimalkan tinggi 165cm bagi cowok. Tinggi badan memang perlu di bidang pelayanan ini.
Teman saya yang berdua itu lolos. Namun ada beberapa orang yang nggak nggak lolos. Mereka pun pergi dari ruangan ini sambil tertunduk. Mungkin tertunduk gara-gara sletingnya kebuka. Tapi ada juga yang pergi dengan riang gembira. Dia adalah yang mau maen futsal.
Tes kedua. Tes psikotes. Memang nggak sesusah tes bahasa china. Tapi sangat berpengaruh dan nggak boleh asal-asalan kayak ngisi soal TTS gambar cewek pake kacamata dengan gaya kung fu. Saya harus serius dan konstrasi.
Kami diberi waktu 15 menit untuk menjawab soal itu. Saya membaca soal itu. Mengerutkan jidat. Mengambil pulpen dan mengsinya dengan penuh rasa gairah anak muda yang baru berojol ke dunia surge. Kemudian saya ngantuk.
“Oke. Waktu sudah 15 menit berarti sudah selesai. Hasilnya di tunggu satu jam lagi. Jadi anda bisa keluar dullu.” Kata dia. Di sebut apa. Atasan mungkin. Iya bener calon atasan. Karena dia yang menyeleksi. Layak tidaknya kami masuk jadi bagian pizza herk.
Saya, upin, dan Ipin pergi ke luar untuk membeli semakok baso. Ya karena baru kenal kami hanya mengobrol biasa. Tapi ujungnya kami bercanda ke arah yang kontroversi. Saya dengan upin berkomentar tentang pizza herk ini.
“Ini teh yang megangnya orang luar negeri. Jadi kalau kita kerja di sini kita itu orang yang nggak nasionalis.” Kata saya ke Ipin.
“Heeh bener! Mendingan beli Bala-bala.” Ipin memang benar benar nasionalis.
Ternyata Ipin sepola pikir dengan saya. Sedangkan Upin hanya tersenyum. Dan Kak Ros entah dimana.
Kami masuk ruangan kembali saat pengumuman lolos ke babak berikutnya.
Sayang seribu sayang Ipin namanya disebut oleh calon atasan. Dia gagal. Sekarang hanya Upin yang saya kenal di sini. Tenang Ipin ini bukan akhir dari dunia. Aku harap kau tak memutuskan urat nadi mu.
Jangan sampai seleksi selanjutnya saya terpisah dengan teman yang satu ini. Bukan nggak mau sendiri, tapi kalo ada temen lebih asik aja gitu. Bisa cerita,curhat sampe nangis. Eh, teu kitu teing ketang.
Saya mununggu tes selanjutnya. Sekaligus tes terakhir. Itu adalah tes Ackting. Memang perlu? Iya. ackting perlu pas pelayan nyambut tamu.
Semua calon pegawai diperlihatkan video demonya. Saya menontonnya sampai selesai. mencoba menyerap apa yang saya lihat meski nggak serame film rambo.
“Saya yang pertama nyoba” Kata Upin. Dia berani maju pertama. Tanpa canggung dia berhasil menaklukan tes ini. Biar hasil tesnya belum bisa diketahui. Tapi kalo kata saya dia akan berhasil melihat dari kelancarannya menyambut tamu di depan.
Pengunjungnya emang bohong-bohongan. Dari pelamar juga yang acting jadi pengunjung. Aktingnya di depan ruangan diliat sama pelamar juga. Nggak langsung di depan pintu pizza. Dari pelamar, oleh pelamar, untuk pelamar.
Peserta ke dua yang maju tes ketiga adalah saya.
Edan. Malu pemirsa.
“Selamat siang.” Kata saya ke pengunjung booongan. Tidak lupa memberi senyum.
Semua diam.
Hmmmm… ngomong apa lagi? Saya lupa teks.
“Mau makan disini atau dibungkus.” Lanjut saya.
Hahah… ada yang ketawa.
Harusnya yang bener,”mau makan disini atau bawa pulang.”
Maaf! Saya kebanyakan makan diwarteg.
Waktu di depan, pikiran saya terus nahan kalimat, “makan disini atau mau ngutang?” karena yang jadi pengunjungnya terlihat nalangsa.
Di kalimat berikutnya saya ngomong terbata-bata. E-a-e-i. Aduh. Saya merasa kecewa dengan diri sendiri. sampai saya mengakhiri tes terakhir itu.
Ah, saya optimis. Optimis gagal. Saya sadar bener kalau acting saya acak kadut tadi. Saya sedikit tegang. Berdoa semoga datang keajaiban dari tuhan.
Syelemeselemesmeles. Amien!
Kemudian maju satu per satu pelamar sampai selesai. Melihat mereka yang acting itu saya jadi makin optimis. Optimis gagal! Ackting saya tenggelam dalam acting-acting orang lain yang lebih bagus.
Jangan sampai saya hanya membawa kecewa sepulang ke rumah nanti.
Pelamar pria hanya 3 orang dari kumpulan pelamar cewek. berarti peluang masuk pelayan pria nggak terlalu ketat. Bisa jadi saya masuk.
Menunggu hasil dari tes ke tiga ini nggak selama tes yang kedua. Hanya beberapa menit.
“Yah, sekarang saya akan membacakan siapa yang akan mengikuti training. Buat yang nggak lolos, jangan patah semangat. Buat yang lolos selamat.” Kata yang menyeleksi pelamar.
“Upin.” Disebutnya. Dia langsung girang. Teriak. Kayaknya kalo nggak ada siapa-siapa dia bakalan nari ceya-ceya.
Lalu dibacakan siapa saja yang lolos. nama saya belum dibacakan. Oh, apa mungkin saya gagal? Nama saya nggak disebut sampai akhir.
Uuuu… saya membuang nafas.
“Eit, tunggu! ada satu lagi yang masuk.”
Saya tegang. Saya ngarep banget dia bakalan nyebut namaku. Tiga kali juga boleh. Supaya lebih mantap.
Saya menunggu. Melihat bibirnya, dan dia mengatakan,
“Marpuah.”
AAAAAAAAAAAAARRRRRGGGGHHHHHHHHH…..
Kenapa bukan saya? Saya seharusnya ketik REG(spasi) Jimat terlebih dahulu. Biar hoki. Pria yang lolos hanya Upin dari sekian banyak pria-pria macho.
Di cerita ini berarti tokoh utamanya bukan saya. Aturannya kan boga lakon/peran utama yang bakalan bahagia endingnya seperti di pilem-pilem india favorit saya. Tokoh utamanya si Upin yang berhasil mengalahkan banyak cowok.
Berarti di cerita ini saya cuma figuran.
Wassalam,,, happy pizza. Saya akan datang kembali ke sini. Datang sebagai pembeli. Bukan pelamar.
Dan ketika ada pelayan yang membukakan pintu,
“Selamat siang! Dengan saya Upin, mau makan disini atau di bawa pulang?”
Saya akan jawab, “Cieeee… ges gawe si anying.”