Jujur, seberapa pengaruh tren bagi kalian? Sepertinya 90 % trend sudah menjadi main set dalam pikiran-pikiran anda, dan 10 % lagi di isi bokep ya? Saha nu apal.
Saya semakin risih ketika sesuatu yang salah sudah menjadi kebiasaan, malah yang benar di anggap salah. Karena main set trend di kalangan anak muda masa kini. Apa yang mereka lihat, kemudia bilang “Keren,” langsung mereka lakukan. Boleh-boleh saja, fine, ist ok sebenarnya, tapi apakah bagus jika hanya menjadi tiruan kosong. Maksudnya hanya niat ingin dipuji, tanpa mengetahui apa makna trend yang dipakai itu.
Yang saya herankan kenapa tari india kini sudah tidak menjadi tren, dengan berlari kesana kemari di sebuah taman dengan goyangan hileud orok, terus salah satu yang berlari itu jatuh dan si pasangannya bawa kotak p3k mengobati pasangannya, kemudian mereka menikah dengan mas kawin seperangkat album norman kamaru versi briptu, menurut saya itu keren.
Kalau saya menulis bukan trend, keinginan dipuji sih ada hehe. Atau ada yang langsung cinta mati membaca tulisan saya. Langsung ngelacak alamat FB, nomor telepon, langsung nge sms dengan modus “kepencet”, atau “tau nomor saya dari uang seribu.” Tapi terlepas dari pujian, insya Allah saya terus menulis. Tah, kalau saya bilang gitu berarti saya ikut-ikutan ngetren.
Semoga saya tidak pamrih.
Saya mau ngambil contoh apa ya? Takut menjadi ambigu, ada yang merasa didiskriminasi, tapi izin lah ya, Semoga penafsirannya positif.
Senyum dulu atuh biar ganteng. Dan biar hubungan dengan kecengan makin jelas heheheh.
Lihat pergerakan-pergerakan mereka, apa yang mereka pakai, sebenarnya saya muak dengan gaya hidup, yang menurut saya salah. Kebenaran paradikmatik memang bilang kalau kebenaran itu, tergantung ruang dan waktu, tapi entahlah bagi saya mereka hanya bergaya tanpa makna yang mereka tau dari orang sekelibat, internet, poster, sampai Cover TTS yang dijual di KRD. Yang mungkin penciptanya tak ingin karyanya menjadi trend. Hanya saja karya itu cukup digandrungi orang-orang sehingga menjadi trend.
Saya setuju dengan pendapat dosen-dosen muda, boleh gaya, nakal, asal otak jalan. Dulu saya mengabaikan kalimat itu, tapi semenjak berobat ke klinik Changchiang CTM hanya 4 kali pengobatan, saya mengerti apa maksudnya. Agar apa yang dilaluinya, meski salah tetap bermakna ketika afeksinya jalan.
Ternyata ini juga terkait sama pelajaran waktu di semester 1. Media massa itu pengaruhnya besar mempengaruhi khalayak. Tahap pertama itu pola pikir, gaya hidup, dan tindakan. Mungkin itu benar. karena pas UAS saya hanya dapet 75 ngisi jawaban itu.
Dia masih merokok di depan banyak orang dan memakai baju mengisaratkan kalau dia anak salah satu aliran band. Tapi dia nggak tau apa maksudnya pake yang kayak gitu, yang penting gaya we lah. Lagu, nama band yang dipakainya juga dia nggak tau. Dan rokok. Setau saya dia nggak merokok, tapi setelah berobat ke clinik, saat di kerumunan teman-teman dia melakukan itu. Dan nggak tau maksudnya.
Untuk membela diri kalau saya merokok bukan hanya untuk trend, saya dulu ngerokok gara-gara stres mikirin cewek. Itu dan enak sampai sekarang keterusan. Selain itu buat gaya juga hahahaa
Selain itu seni,
Seni, Berekpresilah dengan bebas, tapi kepala dipakai, bukan Cuma didasari trend anda berkarya kemudian hilang saat trend itu hilang, jadi apa yang kalian perjuangkan? Lagi-lagi trend. Saya terkadang tidak benar jika ada yang memberi alasan cukup logis.
Ibadah, sampai ibadah juga? Jangan-jangan beribadah juga hanya didasari oleh trend semata, bukan karena panggilan jiwa karena keyakinannya. Ketika ada boardcast dari Esia Messenger, dia baru sholat. Saat banyak yang puasa sunah juga di status twitter, dia ojol-ojol ikutan, dan bilang, “Aing puasa Anying.”
Atau ingin pergi Haji agar bisa diteriaki, “Bu Haji, bade?” oleh tukang tahu.
Terus trend menjalar sampai kemana?
Pacar, plis lah. Kalau tanpa cinta ngapain pacaran? Kalau belum siap, atau karena prinsip, Ngapain malu jomblo? Saya punya temen lumayan cantik, tapi gitu. Dia begitu ambisius agar status di Fb-nya berpacaran. Saya aja bertaun-taun dan jejaring sosial saya udah membatu tetep single.
Pas ditanya sama saya, “orang mana pacar?”
Dia jawab, “Kalimantan.”
“Jauh amat, gimana ketemunya?”
“Nggak pernah ketemu. Cuma buat status aja.”
Aing nggak bisa mingkem euy. Macam Ronaldinyo.
Terus yang mesra-mesraan di jejaring sosial yang terlalu berlebihan. Bikin merinding kayak liat nenek-nenek pake rok mini. Entah karena ingin terlihat trend atau entah apalah.
Apakah trend sudah meyakini penganutnya bahwa Tuhan memiliki jejaring sosial. Kenapa berdoa melalui Twitter, ngarep agar di reettwet Tuhan? Segala sesuatu yang kalian gerakan meskipun nggak penting, up date, sampai nafas juga di up date status. Singsumsingdem saya nggak mau tau.
Apa mereka tau dengan yang mereka lakukan, ingin terlihat nge-trend mereka melakukan lebih mencolok daripada yang lain, saya ambil salah satu contoh dari sekian banyak kenyataan, cewek memakai busana nggak seronok merokok di jalan saat bulan ramadhan. Mending kalau cantik. Ini mah, kalau kata temen saya, mukanya kayak rumput liar yang ada di pinggi Citarum. Sebenarnya apa mereka tau yang mereka lakukan? Atau hanya untuk terlihat trend saja?
Ketika anarki sudah dijadikan sebuah trend, mereka senang sekali melakukan kekacauan. Ketika kekerasan dijadikan cara utama dalam segala menangani masalah.
Entah lah, kadang mereka nggak punya pilihan, kata siapa hidup ini pilihan? Hanya sebagian saja yang diberi fasilitas, ilmu,dan kasih sayang yang memadai. Mereka kadang nggak punya pilihan.
Trend bukan lah pelarian atau alasan kita nggak jujur.
Kenapa saya memakai judul, Hidup adalah Trend? karena hidup di jaman modern yang serba komersil memang butuh trend supaya menambah daya tarik sesuai kebutuhan kita. Nggak bisa dipungkiri.
Jujur, Saya juga memakai trend, biarin lah asal jauh dari kata primitive. Karena semua memakai trend. Dan kalian yang memilih, tapi yang cocok. Jangan maksa. Jujur dari hati nurani. Bukan sekedar gengsi. Dan pahami agar semuanya bermakna. Jangan salah gunakan ketertarikan mu untuk menjatuhkan yang lain.
Salam damai :*